Kamis, 13 November 2014

KARYA JURNALISTIK


tulisan ini untuk sebagai prasyarat menjadi anggota peserta  " meliput isu keberagaman "
yang di selenggarakan oleh serikat jurnalis keberagaman

“Segregasi Pemukiman dan Pluralisme Beragama di AlangAsaudedanWaesala,Seram Barat Maluku”
Oleh: DewiyantiTomia_Lintas IAIN Ambon



Dalam bidang sosial, segregasi merupakan upaya untuk saling memisahkan diri dan saling menghindar diantara pihak-pihak yang bertikah dalam rangka mengurangi ketegangan dan menghilangkan konflik; masing-masing pihak memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka mengurangi ketegangan. Sementara dalam bidang geografi.Segregasi merupakan suatu kelompok perumahan yang terpisah karena terjadi perbedaan sosial, ekonomi dan kultural.
Kondisi segregasi masyarakat di Maluku berdasarkan garis agama sesungguhnya bukan fenomena yang baru. Pemerintah Colonial memberikan kontribusi cukup signifikan untuk melahirkan kondisi segregasi agama untuk mempermudah kontrol mereka terhadap masyrakat jajahan. Sejak dahulu dengan sangat mudah kita dapat mengidentifikasikan wilayah geografis desa-desa Muslim maupun Kristen di Maluku. Seperti halnya Alang Asaude danWaesala, Seram Bagian Barat.
Alang Asaude dan Waesala merupakan daerah yang sangat berdekatan.Jarak antara kedua daerah ini hanya berkisar 15Km. Daerah ini dihuni oleh dua agama besar di Maluku (Islam dan Kristen).AlangAsaudedihuniolehpenduduk yang memelukdua agama besar, yakni Islam dan Kristen.SementarapendudukWaesalahanyaberagama Islam.
Masyarakat WaesaladanAlangAsaude adalah masyarakat yang majemuk. Kemajemukan masyarakatnya ditandai dengan ciri heterogenitas budaya, etnik dan agama dari penduduk yang mendiaminya.MasyarakatWaesalaadalahmasyarakatpendatang yang berasaldariberagametnis, diantaranya Ternate, Buton, Bugis, Jawadan Ambon.SementarapendudukAlangAsaudeadalahpendatangdari Ambon danseramsendiri.Keberagamanetnis di daerahtersebutturutmempengaruhibudayasetempat.
Menurut Leo Suryadinata, istilah masyarakat majemuk sering digunakan untuk menyebut masyarakat multisuku dan multi agama di negara-negara sedang berkembang. Pada satu sisi, kemajemukan maluku seperti tergambar itu merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain, pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya disintegrasi. Kemajemukan kultural (etnis dan agama) seringkali dijadikan alat untuk memicu munculnya konflik Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA).
Sejarahtelahmencatatbahwa, padatahun 1999 Maluku telahmengalamikonflik yang cukupbesarkarenamengatasnamakan agama.Konflikitubermuladarikota Ambon danmembiashinggakeWaesaladanAlangAsaude. Namun, realitaskonflikitutidakselamanyamenunjukansisikonfliksaja.Implisit di balikitu, sebenarnyaadakekuatan-kekuatan integrative sebagaibentukperlawananterhadaprealitaskonflik yang adadansebagaiupayabertahanhidupdarikehancuran yang terjadi.Pascakonflik, berbagaiupayatelahdilakukan demi mendamaikanpertikainanantarumatberagamaini.mulaidari dialog hinggasegregasipemukimanberdasar agama.
Segregasi itupunterjadi di AlangAsaudeatas dasar usaha pemisahan diri dalam hal mengurangi potensi pemicu  terjadinya konflik.Dalamhalini, masyarakat Islam di AlangAsaudeakhirnyamemisahkandiridenganmasyarakat yang beragama Kristen.Merekamenyebarkedaerah-daerahislamterdekat, sepertiHanunu, TatingdansalahsatunyaadalahWaesala. Sedangkanmasyarakat yang beragama Kristen tetapmenetapdanmelakukanperluasanwilayah di daerahtersebut.Artinyaadapemisahanantara agama Islam ddengan agama Kristen di sini, yakniWaesalasebagaidaerah yang beragama Islam danAlangAsaudesebagaidaerah Kristen
Walaupun tersegregasi, Namun, pluralisme beragama di keduadaerah ini (Waesala dan Alang Asaude) terlihat cukup jelas. Kejelasan pluralisme beragama di kedua daerah ini dapat dilihat dari cara berinteraksi dan bersosialisai. Masyarakat Islam di Waesala menghormati masyarakat Kristen di Alang Asaude, sebaliknya masyarakat Kristen di Alang Asaude menghormati masyarakat Islam di Waesala. Kedua daerah ini (Waesala dan Alang Asaude) saling mendukung dan menghargai baik dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, politik maupun agama.
Orang yang beragama Islam dapat melanjutkan sekolahnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Alang Asaude dan yang beragama Kristen dapat melanjutkan sekolah di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Waesala.  Masyarakat Alang Asaude dan Waesala juga saling membantu satu sama lain. baik dalam bidang sosial ekonomi, bekerja sama dalam persahabatan muda-mudi, dalam bidang politik serta turut menghadiri dan menghargai perayaan-perayaan hari besar keagamaan. Masyarakat kristen Alang Asaude biasaberkunjungke Waesala ketika harirayaIdul Fitri maupun Idul Adha, sebaliknya masyarakat Islam Waesala biasabersilaturahhim ke Alang Asaude ketika Natal. Sekalipundemikian, namuntetapadapemisahanantarakebiasaandenganhalintimdari agama.Persoalan agama adalahhal yang sakralsehinggatidakdapatdisatukandenganbudayaataukebiasaanmasyarakatsetempat.
Itu sebabnya didalam buku “Prospek Pluralisme Agama di Indonesia” dikatakan bahwa pluralisme beragama tidak sama dengan mengatakan bahwa “semua agama adalah sama” juga berbeda sama sekali dengan yang dimaksud merelatifkan agama. Dalam pluralisme agama, setiap orang diberi kebebasan untuk percaya kepada dan menjalankan tradisi keagamannya yang menjadi sumber kebaikan, keadilan, kesejahteraan dan perdamaian, bukan sebaliknya. Dalam pluralisme agama, orang diajak tidak hanya untuk menghormati agama lain atau orang yang beragama lain, tetapi juga kesediaan untuk berlaku adil kepada orang lain, menciptakan perdamaian dan saling menghormati.
Pluralisme agama, tidak saja mengenai kuantitas atau kedaan penduduk Indonesia bahkanAlangASaudedanWaesala di Maluku. Pluralisme agama terdiri dari latar belakang agama dan etnis yang berbeda, tetapi mengandung makna, nilai, spiritualitas kehidupan, sehingga bila menyebut “pluralisme agama” disana ada sesuatu yang dimaknai secara substansial, ada hal yang yang mengandung way of life (jalanhidup) warga masyarakat yang berbeda-beda dalam latar belakangnya. Seperti halnya masyarakat Islam Waesala dan masyarakat Kristen Alang Asaude yang memiliki berbagai perbedaan dari segi pengalaman, pemikiran (gagasan), adat dan budaya serta pemukiman yang tersegregasi, semua itu merupakan jalan hidup.
Untukitu, istilah pluralisme agama juga adalahsoal keberbagaian dalam perbedaan yang tidak statis, tetapi hidup dan menghidupkan, berkembang dan berada dalam proses perubahan yang berlangsung di masyarakat. Pluralisme, yang daripadanya  mengalir nilai-nilai untuk kepentingan demokrasi, kepentingan keadilan dan perdamaian serta kesejarteraan hidup masyarakat. Tiga hal penting yang seharusnya menjadi dasar penghayatan agama oleh setiap orang adalah toleran, moderat dan akomodatif.