Rabu, 31 Desember 2014
Jumat, 05 Desember 2014
Komisariat HMI Fakultas USWAH, Gelar Raker
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaPYKxFjJLSUk48lCpEeaNkKiKuk9TkaWVPbL3qSJgSM79fzOArK2B__0NQ5fkIsvCwJ68Qt0eXJc13x6nCGkoBrgBVm0C5RlRgtnFA3EJ3TjKQcepDsd_EnYJnWrrATXvau6FTFzP8V0c/s1600/hmi.jpg)
Sekolah Untuk Anak Jalanan
LINTAS - Melihat banyaknya anak-anak jalanan di Kota Ambon yang tidak menempuh pendidikan karena kertebatasan ekonomi, mengetuk hati Arif Rumbou dan beberapa rekannya untuk membentuk komunitas bernama Sekolah Jalanan. Alhasil sejak dibentuk September lalu, komunitas ini memberikan proses pendidikan kepada 30 anak kurang mampu.
Komunitas Sekolah Jalanan terbentuk dari gagasan sekolompok mahasiswa dari tiga perguruan tinggi di Maluku, diantaranya Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Universitas Darusalam dan Universitas Pattimura (Unpatti) dengan tujuan untuk membina, mendidik, anak-anak yang kesehariannya hidup di jalanan
Tak seperti dengan sekolah- sekolah lainya, memiliki infasturuktur yang memadai. Demi memberikan pendidikan kepada anak-anak itu, Komunitas tersebut memanfaatkan trotoar di sekitar jalan Pantai Losari Kota Ambon sebagai tempat proses belajar mengajar, tak jarang asap dari kendaraan roda dua dan empat menghampiri mereka. Kondisi itu tak mengurangi semangat anak- anak itu. Kecerian selalu terlihat dari wajah kusam anak kurang mampu tersebut untuk mengikuti proses belajar tersebut.
"Sebagian siswa yang diajar oleh komunitas ini berstatus, SMP, SD. Karena keterbatasan biaya sehinga mereka tidak melanjutkan sekolah, akibatnya mereka membantu orang tua dengan menjual tas kresek (red - kantung plastik). Orang tua mereka sangat bersyukur dengan hadirnya komunitas ini" Ujar Arif Rombou saat di temui Lintas IAIN Ambon usai mengajar kepada anak-anak itu. Mingu (16/11).
Menurut Rumbou, pendidikan sangat penting bagi regenerasi penerus bangsa, karena dengan pendidikanlah bisa menjadikan generasi muda dapat mengenal jati diri bangsa. Lanjut dia apa yang terjadi kepada puluhan anak itu merupakan potret pendidikan Indonesia yang memperihantikan. Sekolah gratis yang dicanangkan pemerintah, hanya menjadi program politik. Dimana masi banyak-banyak anak yang tidak menempuh pendidikan karna keterbatasan ekonomi. "Kami hadir untuk merubah kehidupan anak jalanan agar kedepannya lebih baik lagi, kemudian dapat mewarnai negeri ini dan membanggakan kedua orang tua, maupun bangsa Indonesia," ujarnya
Ia mengharapkan pemerintah mengutamakan penyiapan lokasi serta anggaran untuk menyeratakan pembangunan lembaga pendidikan di kota maupun desa terpencil, yang hingga dewasa ini masi minim sarana maupun pra-sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan, terutama di Maluku."Saya berharap pemerintah agar turun kejalan melihat anak-anak kurang mampu untuk di berikan pendidikan yang layak," harap dia***
Komunitas Sekolah Jalanan terbentuk dari gagasan sekolompok mahasiswa dari tiga perguruan tinggi di Maluku, diantaranya Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Universitas Darusalam dan Universitas Pattimura (Unpatti) dengan tujuan untuk membina, mendidik, anak-anak yang kesehariannya hidup di jalanan
Tak seperti dengan sekolah- sekolah lainya, memiliki infasturuktur yang memadai. Demi memberikan pendidikan kepada anak-anak itu, Komunitas tersebut memanfaatkan trotoar di sekitar jalan Pantai Losari Kota Ambon sebagai tempat proses belajar mengajar, tak jarang asap dari kendaraan roda dua dan empat menghampiri mereka. Kondisi itu tak mengurangi semangat anak- anak itu. Kecerian selalu terlihat dari wajah kusam anak kurang mampu tersebut untuk mengikuti proses belajar tersebut.
"Sebagian siswa yang diajar oleh komunitas ini berstatus, SMP, SD. Karena keterbatasan biaya sehinga mereka tidak melanjutkan sekolah, akibatnya mereka membantu orang tua dengan menjual tas kresek (red - kantung plastik). Orang tua mereka sangat bersyukur dengan hadirnya komunitas ini" Ujar Arif Rombou saat di temui Lintas IAIN Ambon usai mengajar kepada anak-anak itu. Mingu (16/11).
Menurut Rumbou, pendidikan sangat penting bagi regenerasi penerus bangsa, karena dengan pendidikanlah bisa menjadikan generasi muda dapat mengenal jati diri bangsa. Lanjut dia apa yang terjadi kepada puluhan anak itu merupakan potret pendidikan Indonesia yang memperihantikan. Sekolah gratis yang dicanangkan pemerintah, hanya menjadi program politik. Dimana masi banyak-banyak anak yang tidak menempuh pendidikan karna keterbatasan ekonomi. "Kami hadir untuk merubah kehidupan anak jalanan agar kedepannya lebih baik lagi, kemudian dapat mewarnai negeri ini dan membanggakan kedua orang tua, maupun bangsa Indonesia," ujarnya
Ia mengharapkan pemerintah mengutamakan penyiapan lokasi serta anggaran untuk menyeratakan pembangunan lembaga pendidikan di kota maupun desa terpencil, yang hingga dewasa ini masi minim sarana maupun pra-sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan, terutama di Maluku."Saya berharap pemerintah agar turun kejalan melihat anak-anak kurang mampu untuk di berikan pendidikan yang layak," harap dia***
Bacaan Gratis Di Lapangan Merdeka
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9JAm1Dz6p5y18KCR0Q7vVI9qhx4Mwa3CC_8g0cs0PFxM0-BnTNvXJTyeiJZRNaZdvm_hyjvhr070PeRi1VnAZ0RyUySGUC3XXfdCXJ90Sa1L-nFngUsSyQX-D0rw1wvVlMaKVapkPqCsp/s1600/index.jpg)
Di bawah pepohonan sudut lapangan itu, nampak enam orang perempuan berkerudung yang sibuk manata buku-buku bacaan di atas sebuah tikar berukuran 1x1 m. Mata para pengunjung terlihat memplototi gadis-gadis berkerudung tersebut. Mereka akrab dengan siapapun. Bukan karena mencari sensasi. Mereka rela membawa tumpukan buku koleksi yang mereka miliki untuk dipajang kepada pembaca. Gratis. "Buku ini dijual atau tidak?", tanya seorang gadis . "Seng (tidak) dijual. Nona (gadis), baca gratis," jawab gadis berkerudung tersebut.
Nampaknya gadis-gadis berkurudung itu sedang melakukan kegiatan membaca bersama secara gratis (Taman baca) di lapangan Merdeka Kota Ambon, Minggu (23/11).Gadis -gasi berkerudung tersebut tergabung dalam komunitas berjuluk Agen Smesta. Komunitas berdiri belum lama ini bertujuan untuk mengajak pemuda Kota Ambon agar lebih giat membaca.
Yuni (25) yang tergabung di komunitas itu menyatakan Agen Semesta terbentuk untuk meningkatkan minat baca pemuda Kota Ambon yang sekarang ini, masi minim membaca. Melihat kondisi ini, ia bersama rekanya yang memiliki hobi membaca, berkeinginan membuka lapak buku (Taman baca) yang diberentungkan untuk umum. "Kami hadir untuk menyarankan mulai dari sekarang pemuda agar sedikit demi sedikit meningkatkan minat baca kita," kata perempuan berkacamata itu.
Yuni menjelaskan terbentuknya Agen Smesta berawal dari obrolan akun media sosial Facebook bersama rekan-rekanya yang prihatin dengan kondisi pemuda Kota Ambon Minim membaca. Dari obrolan itu, mereka berkeinginan koleksi buku yang mereka miliki bisa bermanfat bagi masyarakat. Dari hasil di obrolan itu, munculah ide untuk membuka lapak buku, untuk di baca secara gratis oleh masyarakat.
"Kegiatan baca gratis ini merupakan yang pertama. Buku-buku yang kami pajang,merupakan buku non fiksi dan fiksi," kata sarjana perguruan tinggi Kota Ambon itu.
Ia mengatakan jangka pendek untuk pengembangan lapak buku baca gratis ini, akan dilakukan sebulan sekali. Sedangkan kedepan ia bersama rekan-rekanya berkeinginan mempunyai bangunan lapak buku yang tetap, guna pengujung bisa menikmati rasa nyaman saat membaca buku. Selain itu, dengan memilki bangunan yang tetap kegiatan seperti beda buku akan rutin dilakukan."Saya berharap pemuda agar lebih giat membaca demi meningkatkan minat baca di kota Ambon," harap dia ***
HMJ AF Gelar Seminar Sehari
Lintas_IAIN Ambon. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Aqidah Filsafat (AF) Fakultas Usuluddin Dakwah IAIN Ambon menggelar Seminar Sehari, bertemakan “Khilafah Islamiah dan Upaya Membangun Pola Pikir Mahasiswa IAIN Ambon” di gedung Fakultas Ushwah. Rabu (19/11). Seminar tersebut dibuka oleh Wakil Dekan I Fakultas Dakwah dan Ushuluddin. Hj Duriana. (13/11-2014).
Kegiatan itu menghadirkan pemateri diantaranya Drs. Noer Tawainela (Dosen dan Budayawan) dan Baco Sarluf (Ketua Jurusan Aiqidah Filsafat).
Hj. Duriana dalam sambutanya mengatakan tema kegiatan tersebut merupakan bentuk keperhatinan kepada Indonesia yang mengalami krisis kepemimpinan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kepala-kepala daerah di Indonesia yang melakukan tindakan korupsi. "Mahasiswa IAIN Ambon merupakan calon pemimpin, saya berharap dengan kegiatan ini bisa menambah wawasan mahasiswa terkait kepemimpinan yang amanah," harapnya
Selain itu ketua HMJ AF Anin Lihi,mengatakan tujuan diadakan seminar ini dalam rangka membangun jiwa kepimimpinan, kecerdasan dalam berbagai aspek keilmuan dan menjalin hubungan baik antara HMJ lingkup kampus IAIN Ambon."Semoga dengan kegiatan ini menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk menjadi pemimpin," harap dia (Zulkarmain).
Kegiatan itu menghadirkan pemateri diantaranya Drs. Noer Tawainela (Dosen dan Budayawan) dan Baco Sarluf (Ketua Jurusan Aiqidah Filsafat).
Hj. Duriana dalam sambutanya mengatakan tema kegiatan tersebut merupakan bentuk keperhatinan kepada Indonesia yang mengalami krisis kepemimpinan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kepala-kepala daerah di Indonesia yang melakukan tindakan korupsi. "Mahasiswa IAIN Ambon merupakan calon pemimpin, saya berharap dengan kegiatan ini bisa menambah wawasan mahasiswa terkait kepemimpinan yang amanah," harapnya
Selain itu ketua HMJ AF Anin Lihi,mengatakan tujuan diadakan seminar ini dalam rangka membangun jiwa kepimimpinan, kecerdasan dalam berbagai aspek keilmuan dan menjalin hubungan baik antara HMJ lingkup kampus IAIN Ambon."Semoga dengan kegiatan ini menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk menjadi pemimpin," harap dia (Zulkarmain).
Pengunjung Perpustakaan IAIN Ambon Meningkat 80 persen
LINTAS IAIN - Menjelang Akhir Tahun ini, minat baca mahasiswa Insititut Agam Islam Negeri (IAIN) menunjukan peningkatan. Hal ini terlihat dari banyaknya mahasiswa yang mengujungi perpustakaan IAIN Ambon hingga meningkat 80 persen di badingkan tahun lalu.
Demikian di sampaikan Staf Pegawai perpustakaan IAIN Ambon Sam Basta saat di temui ruang kerjahanya, Senin (24/11). "Tahun ini mahasiswa yang mengujungi perpustakaan meningkat 80 persen," kata dia
Menerutnya mahasiswa sudah menyadari begitu pentingnya bahwa , buku merupakan kebetuhan utama mahasiswa dalam menjalani proses di perguruan tinggi. "Sesuai dengan data kami Pengujung perpustakaan selalu didominasi mahasiswa fakultas Tarbiyah disusul Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Terakhir Usuluddin Dan Dakwah," Kata dia.***
Demikian di sampaikan Staf Pegawai perpustakaan IAIN Ambon Sam Basta saat di temui ruang kerjahanya, Senin (24/11). "Tahun ini mahasiswa yang mengujungi perpustakaan meningkat 80 persen," kata dia
Menerutnya mahasiswa sudah menyadari begitu pentingnya bahwa , buku merupakan kebetuhan utama mahasiswa dalam menjalani proses di perguruan tinggi. "Sesuai dengan data kami Pengujung perpustakaan selalu didominasi mahasiswa fakultas Tarbiyah disusul Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Terakhir Usuluddin Dan Dakwah," Kata dia.***
IAIN Ambon Lepas 701 Mahasiswa Kukerta
![]() |
Photo: Ismail Hehanusa |
KKN integrasi IAIN Ambon yang digadang LP2M di pusatkan di Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBT) dan Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).
Dalam sambutanya Warek Bidang kemahasiswaan dan kerjasama IAIN Ambon Ismail Rumadan mengatakan mahasiswa harus memberikan perubahan dalam lingkungan masyarakat selama melaksanakan kukerta. Dimana mahasiswa di tuntut untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di dalam dunia perkuliahan untuk di praktekan saat mengabdi kemasyarakat. "Mahasiswa harus pro aktif dalam kegiata-kegiatan sosial di lokasi kurikerta," ujar dia.
Menerutnya kukerta integrasi merupakan sesuatu tatangan baru bagi mahasiswa untuk mengabdi kepada masyarakat. Kukerta ini merupakan gabungan Praktek Pengajar Lapangan(PPL) dan Magang. kata dia mahasiswa IAIN Ambon mempunyai perbedaan dengan mahasiwa perguruan tinggi yang lain. alasanya mahasiswa IAIN Ambon di bekali dengan ilmu agama pada proses perkuliahan Untuk itu, mahasiswa harus menunjukan kreaktifitasnya sesuai dengan jurusanya dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat."Saya berharap mahasiswa kurikerta pada tahun harus membawa IAIN ambon Lebih baik di mata masyarakat,"harap dia.
Pelepasan tersebut di tandai dengan pemasangan atribut Seperti pemasangan topi KKN oleh Warek Bidang Kemahasiswan dan Kerjasama Ismail Rumadan. Sebelumya Mahsiswa Kurikerta tersebut mengukuti pembekalan selama empat hari lamanya, dimulai sejak 18-20 November lalu, yang berlasung di GOR, IAIN Ambon***
Satpam Lemah, Mahasiswa Berpakaian di Luar Tata Tertib
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgULV-nQdCnlchgQG9avLqexLw84jXobjZvpDcYnchJ412FID48wIXaDvDKDlfpBJrhQmGPQuqngsf6573UMlfDXkTv41EgWdGr-g76fztXZHvoLdhE_scyjYiwPpQlZVs14tvw3zNoI_Jz/s1600/celana.jpg)
Demikian ungkapkan Warek bidang kemahasiswaan dan kerjasama Ismail Rumadan Saat di wawancarai di ruang kerjanya. Senin (24/11). "Mahasiswa berpakain tidak sesuai dengan tatatertib tidak di perbolehkan masuk kampus, tapi belakangan ini banyak mahasiswa yang saya dapatkan di gedung di rektorat mengunakan Anting-anting , celana sobek bagi laki-laki dan perempuan mengunakan celana panjang (Jiens), ini mendakan satpam lemah dalam menegakan peraturan kepada mahasiswa," ujar dia.
Ia menambahkan dalam Waktu dekat ini, akan turun-turun ke masing-masing fakultas untuk memberitahukan kepada dekan-dekan agar lebih menjaga segi penampilan mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan sekaligus suiping kepada mahasiswa yangm melangar tata tertib."Saya akan trun lasung di masing-masing fakultas, bagi mahasiswa yang kedapatan akan di keluarkan dari kampsu untuk tidak mengukuti proses perkuliahan sebelum berpakaian sesuai dengan tata tertib." Tegas dia ***
.
Kamis, 13 November 2014
KARYA JURNALISTIK
tulisan ini untuk sebagai prasyarat menjadi anggota peserta " meliput isu keberagaman "
yang di selenggarakan oleh serikat jurnalis keberagaman
“Segregasi Pemukiman
dan Pluralisme Beragama di AlangAsaudedanWaesala,Seram Barat Maluku”
Oleh: DewiyantiTomia_Lintas
IAIN Ambon
Dalam
bidang sosial,
segregasi merupakan upaya untuk saling memisahkan diri dan saling menghindar diantara
pihak-pihak yang bertikah dalam rangka mengurangi ketegangan dan menghilangkan
konflik; masing-masing pihak memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka
mengurangi ketegangan. Sementara dalam bidang geografi.Segregasi merupakan
suatu kelompok perumahan yang terpisah karena terjadi perbedaan sosial, ekonomi
dan kultural.
Kondisi
segregasi masyarakat di Maluku berdasarkan garis agama sesungguhnya bukan
fenomena yang baru. Pemerintah Colonial memberikan kontribusi cukup signifikan
untuk melahirkan kondisi segregasi agama untuk mempermudah kontrol mereka
terhadap masyrakat jajahan. Sejak dahulu dengan sangat mudah kita dapat mengidentifikasikan wilayah
geografis desa-desa Muslim maupun Kristen di Maluku. Seperti halnya Alang Asaude danWaesala, Seram Bagian Barat.
Alang Asaude dan Waesala merupakan daerah yang sangat berdekatan.Jarak antara kedua daerah ini hanya berkisar
15Km. Daerah ini dihuni oleh dua agama besar di Maluku (Islam dan
Kristen).AlangAsaudedihuniolehpenduduk yang memelukdua agama besar, yakni Islam
dan Kristen.SementarapendudukWaesalahanyaberagama Islam.
Masyarakat
WaesaladanAlangAsaude
adalah masyarakat yang majemuk. Kemajemukan masyarakatnya ditandai dengan ciri
heterogenitas budaya,
etnik dan agama dari penduduk yang mendiaminya.MasyarakatWaesalaadalahmasyarakatpendatang yang berasaldariberagametnis,
diantaranya Ternate, Buton, Bugis, Jawadan Ambon.SementarapendudukAlangAsaudeadalahpendatangdari
Ambon danseramsendiri.Keberagamanetnis di
daerahtersebutturutmempengaruhibudayasetempat.
Menurut
Leo Suryadinata, istilah
masyarakat majemuk sering digunakan untuk menyebut masyarakat multisuku dan
multi agama di negara-negara sedang berkembang. Pada satu sisi, kemajemukan
maluku seperti tergambar itu merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun
pada sisi yang lain, pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya
disintegrasi. Kemajemukan kultural (etnis dan agama) seringkali dijadikan alat untuk
memicu munculnya konflik Suku,
Agama, Ras dan Antar golongan (SARA).
Sejarahtelahmencatatbahwa, padatahun 1999 Maluku
telahmengalamikonflik yang cukupbesarkarenamengatasnamakan
agama.Konflikitubermuladarikota Ambon danmembiashinggakeWaesaladanAlangAsaude.
Namun, realitaskonflikitutidakselamanyamenunjukansisikonfliksaja.Implisit di
balikitu, sebenarnyaadakekuatan-kekuatan integrative sebagaibentukperlawananterhadaprealitaskonflik
yang adadansebagaiupayabertahanhidupdarikehancuran yang terjadi.Pascakonflik,
berbagaiupayatelahdilakukan demi
mendamaikanpertikainanantarumatberagamaini.mulaidari dialog
hinggasegregasipemukimanberdasar agama.
Segregasi
itupunterjadi di AlangAsaudeatas
dasar usaha pemisahan diri dalam hal mengurangi potensi pemicu terjadinya konflik.Dalamhalini, masyarakat Islam di
AlangAsaudeakhirnyamemisahkandiridenganmasyarakat yang beragama
Kristen.Merekamenyebarkedaerah-daerahislamterdekat, sepertiHanunu,
TatingdansalahsatunyaadalahWaesala. Sedangkanmasyarakat yang beragama Kristen
tetapmenetapdanmelakukanperluasanwilayah di
daerahtersebut.Artinyaadapemisahanantara agama Islam ddengan agama Kristen di
sini, yakniWaesalasebagaidaerah yang beragama Islam danAlangAsaudesebagaidaerah
Kristen
Walaupun
tersegregasi, Namun, pluralisme beragama di keduadaerah ini (Waesala dan
Alang Asaude) terlihat cukup jelas. Kejelasan pluralisme beragama di kedua
daerah ini dapat dilihat dari cara berinteraksi dan bersosialisai. Masyarakat
Islam di Waesala menghormati masyarakat Kristen di Alang Asaude, sebaliknya
masyarakat Kristen di Alang Asaude menghormati masyarakat Islam di Waesala.
Kedua daerah ini (Waesala dan Alang Asaude) saling mendukung dan menghargai baik
dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, politik maupun agama.
Orang
yang beragama Islam dapat melanjutkan sekolahnya di tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Alang Asaude dan yang beragama Kristen dapat melanjutkan
sekolah di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Waesala. Masyarakat Alang Asaude dan Waesala juga
saling membantu satu sama lain. baik
dalam bidang sosial ekonomi, bekerja sama dalam persahabatan muda-mudi, dalam bidang politik
serta turut menghadiri dan menghargai perayaan-perayaan hari besar keagamaan.
Masyarakat kristen Alang Asaude biasaberkunjungke Waesala ketika harirayaIdul Fitri maupun Idul
Adha, sebaliknya masyarakat Islam Waesala biasabersilaturahhim ke Alang Asaude ketika
Natal. Sekalipundemikian, namuntetapadapemisahanantarakebiasaandenganhalintimdari
agama.Persoalan agama adalahhal yang
sakralsehinggatidakdapatdisatukandenganbudayaataukebiasaanmasyarakatsetempat.
Itu
sebabnya didalam buku “Prospek Pluralisme
Agama di Indonesia” dikatakan bahwa pluralisme beragama tidak sama dengan
mengatakan bahwa “semua agama adalah sama” juga berbeda sama sekali dengan yang
dimaksud merelatifkan agama. Dalam pluralisme agama, setiap orang diberi
kebebasan untuk percaya kepada dan menjalankan tradisi keagamannya yang menjadi
sumber kebaikan, keadilan, kesejahteraan dan perdamaian, bukan sebaliknya.
Dalam pluralisme agama, orang diajak tidak hanya untuk menghormati agama lain
atau orang yang beragama lain, tetapi juga kesediaan untuk berlaku adil kepada
orang lain, menciptakan perdamaian dan saling menghormati.
Pluralisme
agama, tidak saja mengenai kuantitas atau kedaan penduduk Indonesia bahkanAlangASaudedanWaesala di Maluku.
Pluralisme agama terdiri dari latar belakang agama dan
etnis yang berbeda, tetapi mengandung makna, nilai, spiritualitas kehidupan,
sehingga bila menyebut “pluralisme agama” disana ada sesuatu yang dimaknai
secara substansial, ada hal yang yang mengandung way of life (jalanhidup) warga
masyarakat yang berbeda-beda dalam latar belakangnya. Seperti halnya masyarakat
Islam Waesala dan masyarakat Kristen Alang Asaude yang memiliki berbagai
perbedaan dari segi pengalaman, pemikiran (gagasan), adat dan budaya serta
pemukiman yang tersegregasi, semua itu merupakan jalan hidup.
Untukitu, istilah pluralisme
agama juga adalahsoal
keberbagaian dalam perbedaan yang
tidak statis, tetapi hidup dan menghidupkan, berkembang dan berada dalam proses
perubahan yang berlangsung di masyarakat. Pluralisme, yang daripadanya mengalir nilai-nilai untuk kepentingan
demokrasi, kepentingan keadilan dan perdamaian serta kesejarteraan hidup
masyarakat. Tiga
hal penting yang seharusnya menjadi dasar penghayatan agama oleh setiap orang
adalah toleran, moderat dan akomodatif.
Kamis, 11 September 2014
Hidupmu Tak Tergantung Tiga Koma
Add caption |
Sebagai anak negeri,
aku sangat beruntung diberikan kesempatan menyicipi bangku perkuliahan ke
jenjang paling tinggi, yaitu S-1. Walaupun begitu, ku sadari, gelar yang
kusandang kelak, tak akan memberikan arti apa-apa bagiku selain suatu prestise
dan pengakuan atas keilmuan yang kumiliki tidak lebih. Diluar sana, masih
banyak anak-anak negeri yang saat ini masih bergulat mencari cara bagaimana
mereka dapat menyicipi bangku sekolah dengan kualitas yang baik dan murah,
walaupun impian untuk menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi gratis adalah
hal yang sangat mungkin. Anak-anak yang beruntung, mereka yang dapat mengenyam
pendidikan dengan biaya tinggi, yang dibiayai oleh orang tuanya, pun masih
banyak melakukan sikap-sikap tidak amanah akan tugasnya sebagai seorang anak
negeri.
Beberapa pertanyaan pun bermunculan bagaimana andai kata aku dapat diberikan kesempatan untuk mengecap pendidikan jenjang tinggi di salah satu universitas di eropa dan bekerja disalah satu grup penelitian yang memiliki atmosfir riset yang sangat bagus. Salah satu hal yang menarik dari sekian banyak dugaan mereka adalah bahwasanya pastilah aku memiliki IPK diatas tiga koma lima sekian untuk mendapatkan beasiswa ini. AKU JAWAB DUGAAN ANDA UNTUK IPK-KU ADALAH SALAH.
Tidak aku pungkiri bahwa IPK menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan seorang mahasiswa dalam menjalani pendidikannya di bangku perkuliahan, namun yang sering kutanyakan adalah apakah IPK menjadi jaminan masa depan seorang manusia? IPK hanya menjadi salah satu tolak ukur yang dinilai dari satu hari kita mengerjakan soal-soal ujian.
Tapi, jangan pernah berpuas dengan yang ada, kejarlah tiga koma itu kalau memang bisa.
Dalam hidup ini, seperti yang disampaikan oleh salah satu teman, haruslah dipandang tidak seperti didalam kotak. Dimana kita terkungkung pada kesombongan yang dimiliki dengan IPK tiga koma, dan tidak melihat aspek lain yang justru menjadi sangat berperan dalam hidup kita nanti.
Oleh karena itu, aku tidak sejalan dengan konsep bahwa hidup itu hanya sekali, tapi hidup ini adalah untuk hidup yang akan datang, dan itu sama sekali tidak tergantung kepada TIGA KOMA kita.Jangan pernah merasa rendah diri dengan nilai dua koma yang kita miliki dengan kejujuran, yang kita raih dengan segala keterbatasan kita, dan hargai diri sendiri dengan tidak bersumpah serapah mengapa anda ditakdirkan dengan tidak dengan tiga koma. Otak dan akal pikiran yang dikarunia oleh Allah, tidak pantas dihargai dengan hanya tiga koma. Teruslah bermimpi dan raih setiap mimpi yang telah kita miliki.
Beberapa pertanyaan pun bermunculan bagaimana andai kata aku dapat diberikan kesempatan untuk mengecap pendidikan jenjang tinggi di salah satu universitas di eropa dan bekerja disalah satu grup penelitian yang memiliki atmosfir riset yang sangat bagus. Salah satu hal yang menarik dari sekian banyak dugaan mereka adalah bahwasanya pastilah aku memiliki IPK diatas tiga koma lima sekian untuk mendapatkan beasiswa ini. AKU JAWAB DUGAAN ANDA UNTUK IPK-KU ADALAH SALAH.
Tidak aku pungkiri bahwa IPK menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan seorang mahasiswa dalam menjalani pendidikannya di bangku perkuliahan, namun yang sering kutanyakan adalah apakah IPK menjadi jaminan masa depan seorang manusia? IPK hanya menjadi salah satu tolak ukur yang dinilai dari satu hari kita mengerjakan soal-soal ujian.
Tapi, jangan pernah berpuas dengan yang ada, kejarlah tiga koma itu kalau memang bisa.
Dalam hidup ini, seperti yang disampaikan oleh salah satu teman, haruslah dipandang tidak seperti didalam kotak. Dimana kita terkungkung pada kesombongan yang dimiliki dengan IPK tiga koma, dan tidak melihat aspek lain yang justru menjadi sangat berperan dalam hidup kita nanti.
Oleh karena itu, aku tidak sejalan dengan konsep bahwa hidup itu hanya sekali, tapi hidup ini adalah untuk hidup yang akan datang, dan itu sama sekali tidak tergantung kepada TIGA KOMA kita.Jangan pernah merasa rendah diri dengan nilai dua koma yang kita miliki dengan kejujuran, yang kita raih dengan segala keterbatasan kita, dan hargai diri sendiri dengan tidak bersumpah serapah mengapa anda ditakdirkan dengan tidak dengan tiga koma. Otak dan akal pikiran yang dikarunia oleh Allah, tidak pantas dihargai dengan hanya tiga koma. Teruslah bermimpi dan raih setiap mimpi yang telah kita miliki.
“ kita di tak dirkan
untuk sukses, karena sukses adlah milik kita “
Dari berbagai sumber
Jumat, 22 Agustus 2014
MAHASISWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Penggagasan
terhadap terminologi perguruan tinggi tidak akan bisa dilepaskan dari suplemen
utama, yaitu mahasiswa. Stigma yang muncul dalam diskursus perguruan tinggi selama
ini cenderung berpusat pada kehidupan mahasiswa. Hal ini sebagai konsekuensi
logis agresivitas mereka dalam merespon gejala sosial daripada kelompok lain
dari sebuah sistem civitas akademika.
Akan
tetapi fenomena yang berkembang menunjukkan bahwa derap modernisasi di
Indonesia dengan pembangunan sebagai ideologinya telah memenjarakan mahasiswa
dalam sekat insitusionalisasi, transpolitisi dan depolitisi dalam kampus.
Keberhasilan upaya dengan dukungan penerapan konsep NKK/BKK itu, pada sisi lain
mahasiswa dikungkung dunia isolasi hingga tercabut dari realitas sosial yang
melingkupinya. Akibatnya, mahasiswa mengalami kegamangan atas dirinya maupun
peran-peran kemasyarakatan yang semestinya diambil. Mahasiswa pun tidak lagi
memiliki kesadaran kritis dan bahkan sebaliknya bersikap apolitis.
Melihat
realitas seperti itu maka perlu ditumbuhkan kesadaran kritis mahasiswa dalam
merespon gejala sosial yang dihadapinya, karena disamping belum tersentuh
kepentingan praktis, mahasiswa lebih relatif tercerahkan (well informed) dan potensi sebagai kelompok dinamis yang diharapkan
mampu mempengaruhi atau menjadi penyuluh pada basis masyarakat baik dalam
lingkup kecil maupun secara luas. Dengan tataran ideal seperti itu, semestinya
mahasiswa mahasiswa dapat mengambil peran kemasyarakatan yang lebih bermakna
bagi kehidupan kampus dan masyarakat.
A.
MAHASISWA
SEBAGAI “AGENT OF CHANGE”
Sejak
dahulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan dan dalam setiap
kabangkitan dan dalam setiap kebangkitan pemuda merupakan rahasia kekuatannya.
Preseiden RI pertama ir. Soekarno sebagai tokoh naionalis juga telah melakukan
pembenaran terhadap urgensitas pemuda dalam sebuah kebangkitan dengan
pernyataannya yang mengatakan bahwa “berikan kepadaku seratus orang tuo akan kugoncangkan
Indonesia, dan berikan kepadaku sepuluh pemuda saja akan kugoncangkan dunia”.
Pernyataan itu sekaligus memberikan pemahaman dan keyakinan kepada kita bahwa
pada hakekatnya masa depan suatu bangsa terletak ditangan pemuda.
Seperti
yang telah dikemukakan di atas bahwa perjalanan suatu bangsa dalam konteks
peradaban tidak lepas dari lakon gerakan pemuda. Gerakan pemuda dimanapun di
dunia ini sangat menentukan kemajuan suatu bangsa, karena apabila suatu bangsa
memiliki generasi muda yang berkepribadian luhur, mempunyai kualitas iman dan
ilmu, maka bangsa inilah dimasa yang akan datang memegang kendali dan bukan
tidak mungkin akan menguasai peradaban.
Mahasiswa
sebagai simbol dari kehidupan pemuda dengan corak kebudayaan yang otonom dengan
sendirinya akan membedakan dirinya dengan masyarakat lainnya. Mahasiswa adalah
kelompok lapisan masyarakat yang dalam jajaran stratifikasi sosial memiliki
kelas khusus. Kalau diperbincangkan senantiasa menjadi tema menarik dan aktual.
Betapa tidak, ketika oran menyentuh sebuah pergerakan transformasi sosial, maka
sadar atau tidak, langsung berkorelasi dengan dinamika kehidupan mahasiswa,
sehingga dalam konteks kesejarahan setiap perubahan yang terjadi pada setiap
Negara dibelahan dunia yang berorientasi pada perbaikan, mahasiswa
terdokumentasi dengan tinta emas. Dari kondisi tersebut, maka sangatlah pantas
jika dikemudian hari mahasiswa mendapat anjungan heroik : “mahasiswa adalah
hati nurani masyarakat, mahasiswa adalah pemimpin dimasa yang akan datang, dan
sebagainya”. Sehingga mungkin berlebihan kalau dikatakan : “mahasiswa ibarat
dewa penyelamat” yang berjasadkan kebenaran, keadilan dan kejujuran.
Simbol
kemahasiswaan yang melekat pada dirinya akan membawa cirri khas tersendiri
untuk tampil di tengah-tengah masyarakat. Hal ini terjadi karena dalam diri
mahasiswa akan dilekatkan berbagai stigma. Piramida Maslow dalam posisi yang
ideal dimana mahasiswa tersebut menjadi jembatan atas aspirasi dari kaum akar
rumput (masyarakat bawah) dengan penentu kebijakan yaitu kaum elitis. Oleh
karena itu, jelas bahwa keberadaan mahasiswa di sebuah perguruan tinggi
mengemban tanggung jawab sosial dari masyarakat. Pertanyaan yang muncul
kemudian adalah seperti apa tanggung jawab yang harus diemban oleh mahasiswa?
Posisi
seorang mahasiswa sangatlah strategis untuk dimanfaatkan, dimana mahasiswa
mempunyai peluang untuk menjadi salah satu control
power terhadap kebijakan-kebijakan kaum elitis dalam memberikan respon
terhadap aspirasi masyakat awam. Sangat dipahami bahwa terkadang kebijakan elitis
yang lahir tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Terhadap fenomena ini,
mahasiswa harus muncul sebagai penjembatan dan berfungsi sebagai Social Control (control sosial), Agent Of Change (Insan
Pembaharu/Perubahan), dan Change Of
Development. Perlu di ingat bahwa tanggungjawab sosial mahasiwa dalam
mengontrol berbagai kebijakan elitis bukan hanya pada aspek politis, akan
tetapi lebih dari itu mahasiswa harus mampu mengakomodir dan memberikan respon
secara general terhadap keseluruhan peraturan dalam berbagai aspek kehidupan.
Mahasiswa
haruslah peka dan senantiasa tanggap terhadap setiap kebijakan yang ada,
termasuk isu akan diberlakunya Undang-Undang BHP di Perguruan Tinggi. Namun
tafsiran peran dan fungsi tersebut mengalami kekeliruan. Aspirasi kepentingan
selalu disalurkan dalam bentuk demonstrasi dan terkesan anarkis. Gerakan dalam
rangka pembaharuan dan perubahan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi
masyarakat adalah sesuatu yang sah, akan tetapi satu hal yang perlu di ingat
oleh mahasiswa adalah bahwa dalam menyampaikan aspirasi harus senatiasa
berdasarkan pada azas logika, etika dan estetika.
Secara
keseluruhan, tidak semua mahasiswa bisa mengemban tanggung jawab sosial seperti
yang telah dikemukakan di atas. Penyebabnya adalah karena karakteristik dari
setiap mahasiswa itu berbeda-beda. Dalam kategorisasi karakter mahasiswa,
sekurang-kurangnya terdapat tiga jenis mahasiwa, antara lain;
1. Mahasiswa Passifis,
adalah bentuk mahasiswa yang tidak mau peduli terhadap orang lain, cenderung
cuek dan apatis,
2. Mahasiswa Akademis,
adalah mahasiwa yang menggunakan parameter keberhasilan dengan angka dan nilai
(IPK) yang tinggi, selesai kuliah dengan cepat, sehingga waktunya dihabiskan
untuk kuliah secara monoton tanpa menimbulkan simpati dan empati dalam dirinya
terhadap orang lain dan realitas eksternal mereka. Jenis mahasiswa ini setelah
menyelesaikan studinya sering disebut sebagai “sarjana karbitan”; dan
3. Mahasiswa Aktifis,
adalah mahasiswa yang kehadirannya dalam sebuah perguruan tinggi bukan
semata-mata menjadi pecundang-pecundang mata kuliah denga akreditasi “Cumlaude”. Akan tetapi mereka mempunyai
kepedulian terhadap realitas eksternal mereka, tanpa meninggalkan tugas
utamanya sebagai mahasiswa (kuliah).
Dari ketiga karakter mahasiwa tersebut
diatas, maka sudah sangat jelas bahwa mahasiswa yang akan mampu memegang amanah
menjalankan tanggung jawab sosial adalah mereka yang termasuk dalam komunitas
mahasiswa aktifis. Hal ini disebabkan karena adanya
kesadaran mereka untuk memposisikan diri bukan semata-mata sebagai seorang
egaliter yang sangat egois terhadap status yang melekat pada dirinya sebagai
mahasiswa yang harus dilayani oleh orang tuanya dan masyarakat yang memberikan
amanah kepada mereka. Akan tetapi lebih dari itu seorang aktifis mampu
memadukan antara kepentingan dirinya sebagai aksentuasi dari amanah orang
tuanya dengan realitas di luar dirinya.
B.
PERAN
STRATEGIS MAHASISWA
Dalam
proses perubahan sosial dan kebudayaan mahasiswa memiliki posisi dan peranan
yang essensial. Ia sebagai transformator nilai-nilai dari generasi terdahulu ke
generasi berikutnya dan merintis perubahan dalam rangka dinamisasi kehidupan
dalam peradaban yang sedang berjalan. Kalau kita percaya masa kini adalah
proses masa lalu yang mendapat pengaruh dari cita-cita masa depan, maka
kedudukan dan peranan mahasiswa sebagai transformator nilai dan inovator dari
perkembangan yang berorientasi ke masa depan, jelas pada bahwa mahasiswa harus
menjadi semangat yang hidup dalam nilai-nilai ideal, dan membangun subkultur
serta berani memperjuangkan.
Sebagai
langkah taktis dan preferensi pengembangan ke depan, mahasiswa harus memiliki 4
kekuatan :
1. Kekuatan Moral
2. Kekuatan Kontrol Sosial
3. Kekuatan Intelektual
4. Kekuatan Profesional
Oleh
karena itu mahasiswa harus berani mengambil peran-peran strategis tersebut di
atas. Sebagai kekuatan moral dan Kontrol sosial, mahasiswa harus mampu
bersentuhan dengan aksi-aksi pembelaan kaum tertindas. Pada tataran mikro secara aktif menjadi kelompok penekan
(pressure group) terhadap kebijakan
refresif di tingkat kampus. Pada tingkat makro,
mampu melakukan advokasi terhadap masyarakat yang terpinggirkan seperti
nelayan, buruh, petani, anak jalanan, dan PSK.
Mahasiswa
sebagai kekuatan intelektual harus mampu melakukan pengembangan dan pembangunan
komunitas intelektual (intellectual
community) dengan melakukan kajian-kajian strategis dan membentuk
kelompok-kelompok studi sebagai sebagai basis pembentukan reading and intellectual society serta penciptaan kultur akademis
dengan menciptakan hubungan yang egaliter antara dosen dan mahasiswa.
Sebagai
bagian dari intellectual community
mahasiswa menduduki posisi yang strategis dalam keterlibatannya melakukan
rekayasa sosial menuju independensi masyarakat, dalam aspek ekonomi, politik,
sosial dan budaya. Dalam posisinya sebagai komunitas terdidik, mahasiswa
merupakan salah satu kunci penentu dalam transformasi menuju keadilan dan
kemakmuran bangsa, di samping dua kelompok strategis lainnya yaitu kaum
agamawan dan masyarkat sipil (Madani) yang mempunyai kasadaran kritis atas
situasi sosial yang sedang berlangsung saat ini.
Secara
sederhana posisi mahasiswa bisa kita gambarkan sebagai sosok yang berada di
tengah level. Di masyarakat menjadi bagian masyarakat, di kalangan intelektual
mahasiswa juga dianggap berada diantara mereka. Dengan kata lain keberadaan
mereka di tengah-tengah level apapun mempunyai nilai strategis.
Disampaikan pada Orentasi Pengenalan Akademik (OPAK)
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon 2010
Lembaga Pers
Mahasiswa-LPM Lintas IAIN Ambon